Penadah Motor Curian di Batam Dapat Restorative Justice

Kejati Kepri ekspos restorative justice penadah motor curian di Batam, Selasa (17/9).

KabarAnambas.com TanjungPinang – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (OHARDA), Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H mengabulkan restorative justice penadah motor curian di Batam atas nama Syafrian Doni, Selasa 17/9-2024.

Restorative justice kasus curanmor di Batam ini setelah Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Teguh Subroto, S.H., M.H., didampingi Kasi Oharda pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kepri Marthyn Luther, S.H., M.H., melaksanakan ekspose permohonan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif terhadap 1 (satu) perkara pidana penadahan.

Ekspos dilakukan depan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI yang diwakili oleh D secara virtual.

Kajari Batam, I Ketut Kasna Dedi S.H., M.H., Kasi Pidum dan Jaksa Fungsional Kejari Batam juga mengikuti ekspos ini secara daring pada Selasa (17/9).

Syafrian Doni sebelumnya dijerat pasal 480 ayat (1) KUHP.

Kejari Batam menangani perkara pencurian motor di Batam ini.

Perkara curanmor ini berawal pada Rabu, 3 Juli 2024 sekira pukul 21.00 WIB.

Ketika itu, Doni berkomunikasi dengan Alvin Fau yang berstatus sebagai saksi yang menawarkan kepada tersangka dua unit sepeda motor.

Dua unit sepeda motor itu di antaranya Honda Beat wama Cokelat milik Sri Mulyati.

Dengan Honda Beat Street warna putih dengan nomor polisi BP 3823 AQ milik Rudi Andreanto.

Kedua motor tersebut adalah hasil pencurian yang dilakukan oleh Alvin Fau.

Kamis, 4 Juli 2024, Alvin Fau menghubungi kembali Doni melalui WhatsApp untuk mengatur pertemuan di pangkalan ojek Kabil Raya dekat Bundaran Punggur Kecamatan Nongsa.

Sesampainya di sana, Alvin Fau bertemu dengan Doni.

Doni kemudian meminta Alvin Fau untuk mengantarkan dua unit sepeda motor tersebut ke Perumahan Aku Tahu I Blok G No. 1 Kecamatan Batam Kota, Kota Batam, Provinsi Kepri.

Tersangka membeli dua unit motor tersebut secara sekaligus senilai Rp 2,5 juta.

“Namun yang bersangkutan baru memberikan uang muka melalui transaksi akun DANA kepada Alvin Fau sebesar Rp 500 ribu,” ucap Kajati Kepri, Teguh Subroto, S.H., M.H., melalui Kasi Penkum Kejati Kepri, Yusnar Yusuf, S.H., M.H dalam keterangan yang diterima media ini.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI menyetujui penghentian penuntutan tersebut.

Dengan alasan dan pertimbangan menurut hukum terhadap pemberian Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang telah memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Sejumlah faktor tersebut di antaranya telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.

Kemudian ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.

Selain itu terdapat kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana ke dua belah pihak sudah saling memaafkan.

Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan.

“Lalu pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespons positif Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” kata dia.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 dan petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Kepala Kejaksaan Negeri Batam akan segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan Keadilan Restoratif Justice.

Sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, kemudian melaporkan secara berjenjang ke Kejati Kepri dan Kejaksaan Agung.

Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan.
Kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan.

Ini merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.

Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan.

“Meskipun demikian, perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana,” tutupnya. ( F )

213

Nilai Kualitas Konten

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like