
KabarAnambas.com Jakarta – Tim Intelijen Kejaksaan Agung (Satgas SIRI) menangkap eks Dirjen Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan Repbulik Indonesia (Kemenhub RI) berinisial Pb.
Penangkapan mantan Dirjen Perkeretaapian Kemenhub RI di Hotel Asri Sumedang Jl. Mayor Abdurrahman No. 255, Kotakaler, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat (Jabar), Minggu (3/11) sekitar pukul 12.55 WIB ini terkait penyidikan perkara tindak pidana korupsi pada pembangunan jalan kereta api Besitang – Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 s.d. 2023.
Jaksa Agung, ST Burhanuddin melalui Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan jika Pb masuk dalam daftar Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) berdasarkan Surat Perintah Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-55/F.2/fd.2/10/2023 tanggal 4 Oktober 2023.
Akibat perbuatannya, pembangunan jalan kereta api Besitang – Langsa tidak dapat difungsikan (total lost).
Negara ditaksir merugi hingga Rp1.157.087.853.322 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara BPKP Nomor PE.03.03/SR/SP-464/D5/02/2024 tanggal 13 Mei 2024.
“Yang bersangkutan ditahan di Rumah Tanahan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. Berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-52/F.2/Fd.2/11/2024 tanggal 03 November 2024,” ujarnya dalam keterangan yang diterima media ini, Selasa (4/11/2024).
Perkara korupsi ini berawal pada tahun 2017-2023.
Dimana Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas I Medan melaksanakan pembangunan jalan kereta api Trans Sumatera Railways yang salah satunya adalah Pembangunan Jalan Kereta Api Besitang – Langsa.
Jalan kereta api ini bakal menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh dengan anggaran pembangunan sebesar Rp1,3 triliun bersumber dari SBSN (Surat Berharga Syariah Negara).
Dalam pelaksanaan Pembangunan tersebut, Sdr. PB memerintahkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Terdakwa Nur Setiawan Sidik (yang masih dalam proses persidangan) memecah pekerjaan kontruksi tersebut menjadi 11 paket.
Ia juga meminta kepada Kuasa Pengguna Anggaran (Sdr. NSS) agar memenangkan 8 (delapan) perusahaan dalam proses lelang.
Kemudian Ketua POKJA Pengadaan Terdakwa Rieki Meidi Yuwana (yang masih dalam proses persidangan) atas permintaan KPA (Sdr. NSS) melaksanakan lelang konstruksi tanpa dilengkapi dengan dokumen teknis pengadaan yang telah disetujui oleh pejabat teknis.
Kemudian pemilihan metode penilaian kualifikasi pengadaan bertentangan dengan regulasi pengadaan barang/jasa.
“Dalam pelaksanaan konstruksi diketahui bahwa pembangunan jalan kereta api Besitang – Langsa tidak didahului dengan studi kelayakan (FS), tidak terdapat dokumen Penetapan Trase Jalur Kereta Api yang dibuat oleh Menteri Perhubungan,” bebernya.
Tidak hanya itu, KPA, PPK, Kontraktor, dan Konsultan Pengawas dengan sengaja memindahkan lokasi pembangunan jalur kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desain dan kelas jalan.
Sehingga Jalur Kereta Api Besitang – Langsa mengalami amblas (penurunan daya dukung tanah) sehingga tidak bisa berfungsi;
Hasil penyidikan juga mengungkap dalam proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa, Pb mendapatkan fee melalui PPK Terdakwa Akhmad Afif Setiawan (yang masih dalam proses persidangan) sebesar Rp1,2 miliar dan dari PT WTJ sebesar Rp1,4 miliar.
“Berdasarkan alat bukti yang cukup, pada hari ini Minggu tanggal 03 November 2024 pukul 18.30 WIB, Sdr. PB ditetapkan sebagai Tersangka oleh Tim Penyidik pada JAM PIDSUS berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor Tap-62/F.2/Fd.2/11/2024 tanggal 03 November 2024,” sebutnya.
Tersangka PB disangkakan melanggar pasal Primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. ( Red )