
KabarAnambas.com Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui dua permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif (Restorative Justice).
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap tersangka Abdul Rasyid bin Syahrani dari Kejaksaan Negeri Kapuas, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Kejadian perkara bermula pada tanggal 12 Maret 2024.
Ketika itu, Corazon Liberty Bawole mengunjungi rumah Fery Aris Harjanto bin Surono (suami dari tante Saksi Muhammad Yusuf) bersama Muhammad Yusuf.
Pada saat itu, mereka bertemu dengan Fery Aris Harjanto bin Surono.
Saat itu, Muhammad Yusuf hendak mencari pekerjaan dengan Fery Aris Harjanto bin Surono.
Namun Fery Aris Harjanto bin Surono tidak mempunyai lowongan pekerjaan untuk Muhammad Yusuf.
Kemudian sekira pukul 23.00 WIB, tersangka pulang bersama Muhammad Yusuf ke rumah tersangka yang berada di Barangas Sekunder RT 014 Desa Sei Jangkit, Kecamatan Bataguh Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
Setelah sampai di rumah tersangka, Muhammad Yusuf berangkat lagi menuju ke rumah milik Fery Aris Harjanto bin Surono.
Pada saat itu ia menyampaikan kepada tersangka hendak mengambil sepeda motor milik Fery Aris Harjanto bin Surono.
Namun tersangka menyarankan agar Fery mengurungkan niatnya.
Tetapi, Muhammad Yusuf tetap ngotot dan langsung pergi dengan berjalan kaki sekira pukul 05.00 WIB ke rumah tersangka.
“Tersangka tidak mengetahui tujuan Muhammad Yusuf pergi,” ucapnya dalam keterangan yang diterima, Selasa (1/10/2024).
Setelah ituMuhammad Yusuf meminta karung untuk memasukan bagian dari sepeda motor yang diambil.
Serta meminta tolong kepada tersangka untuk menjual rangka sepeda motor yang diambil tersebut.
Pada saat itu Muhammad Yusuf bercerita tidak ada yang mau membantunya.
“Tidak memiliki kendaraan untuk menjual rangka tersebut yang membuat tersangka merasa kasihan, sehingga Tersangka mau menolong Saksi Muhammad Yusuf,” ungkapnya.
Setelah saat itu, tersangka berangkat bersama Muhammad Yusuf menggunakan satu unit Sepeda motor merk Honda Blade Repsol warna hitam dengan Nomor polisi DA 2364 milik tersangka.
Sesampainya di rumah kosong di Desa Bangun Harjo, Kecamatan Bataguh, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah, tersangka bersama Muhammad Yusuf memasukan bagian–bagian kecil sepeda motor tersebut ke dalam karung yang sebelumnya telah dilepas oleh Yusuf.
Setelah selesai, tersangka bersama Muhammad Yusuf membawa ke belakang rumah tersangka.
Kemudian tersangka bersama Muhammad Yusuf menjual rangka sepeda motor ke tukang jual beli besi bekas di Tamban Kilometer 19, seharga Rp 130 ribu.
Setelah menjualnya, tersangka bersama Muhammad Yusuf langsung pulang ke rumah.
Tersangka kemudian diberikan rokok dari hasil menjual rangka sepeda motor tersebut.
Sisanya oleh Muhammad Yusuf belikan makanan untuk Saksi Muhammad Yusuf sendiri.
Fery Aris Harjanto Bin Surono yang merasa kehilangan satu unit sepeda motor Honda Supra X yang terparkir di garasi rumah pada Sabtu (13/7) sekitar pukul 11.00 WIB memanggil Muhammad Yusuf melalui istrinya, Suci Kartini binti Anang Fahruji ke rumahnya.
Di sana, ia menanyakan keberadaan sepeda motor tersebut.
“Karena sebelumnya Muhammad Yusuf yang berstatus sebagai saksi menceritakan jika motor Honda Supra X ada yang mengincar,” kata dia.
Akibat perbuatan tersangka membantu Saksi Muhammad Yusuf, korban mengalami kerugian Rp 7 juta.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kapuas Luthcas Rohman, S.H. M.H dan Kasi Pidum Theodorus Ludong, S.H serta Jaksa Fasilitator Daniel Widya Kurniawan, S.H dan Rischy Akbar Santosa, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban.
Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Kapuas mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Dr. Undang Mugopal, S.H., M.H sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 1 Oktober 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap Tersangka Ahmad Fauzi bin Masrani dari kejaksaan Negeri Barito Kuala, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
* Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
* Tersangka belum pernah dihukum;
* Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
* Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
* Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
* Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
* Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
* Pertimbangan sosiologis;
* Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020.
Serta Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. ( Red )